Kamis, 07 Mei 2015

Cerpen - Ketulusan Cinta

Para penumpang bus memandang dengan penuh simpati d saat wanita muda berpoenampilan menarik dan bertongkat putih itu dengan hati - hati menaiki tangga. Kemudian membayar supir bus lalu dengan tangan meraba - raba kursi yang tadi di katakan kosong oleh supir. Tak begitu lama wanita itupun duduk, meletakkan tasnya di pangkuannya dan menyandarkan tongkatnya pada tungkainya.

Setahun sudah berlalu sejak Susan (34 tahun), menjadi buta karena kesalahan diagnosa. Sejak itulah dia kehilangan penglihatannya dan terlempar ke dunia yang gelap gulita, penuh amarah, frustasi, dan rasa belas kasihan kepada dirinya sendiri.

Sebagai wanita yang independen Susan merasa terkutuk oleh nasib yang sangat mengerikan yang membuatnya kehilangan kemampuan, merasa tak berdaya, dan menjadi beban bagi semua orang di sekelilingnya.

"Bagaimana mungkin semua ini terjadi padaku?" tanyanya dalam hatinya, yang terus - terusan memarahi dirinya sendiri.  Tetapi, betapa pun seringnya ia menangis, menggerutu atau berdo'a, dia mengert kenyataan yang menyakitkan bahwa penglihatannya takkan pernah pulih lagi. Depresi mematahkan semangat Susan yang tadinya selalu bersikap optimis.

Mengisi waktu seharian kini merupakan perjuangan berat yang menguras tenaga dan membuatnya frustasi. Dia menjadi sangat bergantung kepada Mark, suaminya. Mark adalah seorang perwira angkatan udara. Dia sangat mencintai susan dengan keihklasan dan ketulusan hatinya. Ketika istrinya baru kehilangan penglihatannya, dia melihat bagaimana Susan tenggelam dalam keputus asaan. Mark bertekad untuk membantunya menemukan kembali kekuatan dan rasa percaya diri yang di butuhkan susan untuk menjadi seorang pribadi yang mandiri lagi. Latar belakng Mark membuatnya terlatih untuk menghadap berbagai situasi darurat, tetapi dia tahu, ini adalah pertempuran yang paling sulit yang pernah di hadapinya.

Di suatu hari, akhirnya Susan merasa siap untuk bekerja lagi. Tetapi, bagaimana dia akan bisa sampai ke kantornya? Dulu Susan bisa naik bus, tetapi sekarang? Dengan kondisinya yang tak bisa melihat, tidak mungkin bisa baginya untuk  pergi sendiri, akhirnya Mark menawarkan diri untuk mengantarkannya setiap hari, meskipun tempat kerja mereka berada di pinggir kota yang bersebrangan.

Mula - mula kesepakatan itu membuat Susan merasa nyaman dan Mark puas, karena bisa melindungi istrnya yang buta. Yang tidak yakin bisa melakukan hal - hal paling sederhana sekalipun. Akan tetapi, Mark akhirnya menyadari bahwa pengaturan itu kelirumembuat mereka terburu - buru dan mahal. Susan harus belajar naik bus sendiri lagi. Mark menyimpulkan di dalam hati. Tetapi gagasan itu hanya di simpannya di dalam hati dan pikirannya. Dia tidak memiliki banyak keberanian untuk mengatakannya kepada Susan. Apalagi saat ini Susan masih sangat rapuh, masih sangat marah. Apa reaksinya nanti?

Selama dua minggu penuh, dengan berseragam militer lengkap. Mark mengantar ke dan dari tempat kerja setiap hari. Dia mengajarkan Susan agar bergantung kepada indranya yang lain, terutama pendengarannya untuk menemukan dimana ia berada dan bagaimana beradaptasi dengan lingkungan yang baru.

Dia mengajarkan Susan berkenalan dan berteman dengan supir - supir bus dan menyisakan satu kursi kosong untuknya. Dia membuat Susan tertawa, bahkan pada hari - hari yang tidak terlalu menyenangkan ketika Susan tersandung sewaktu ingin menuruni bus, atau menjatuhkan tasnya yang penuh dengan berkas di lorong bus.

Setiap pagi mereka berangkat bersama - sama, setelah itu, Mark akan naik taksi ke kantornya. Meskipun pengaturan itu lebih mahal dan melelehakan daripada yang pertama, Mark yakin bahwa hanya soal waktu sebelum Susan mampu untuk naik bus tanpa di kawal. Mark sangat mempercayainya, percaya kepada Susan yang dulu di kenalnya sebelum wanita itu kehilangan penglihatannya, wanita yang tidak pernah takut menghadapi tantangan apapun dan tidak akan pernah menyerah.

Pada suatu hari, akhirnya Susan memutuskan untuk melakukan perjalanan seorang diri. Hari itu, Senin. Sebelum berangkat, Susan memeluk Mark yang pernah menjadi teman satu bs dan sahabat terbaiknya. Matanya berkaca - kaca penuh rasa syukur karena kesetiaan, kesabaran dan cinta yang begitu tulus yang di berikan oleh Mark. Dia mengucapkan selamat berpisah. Untuk pertama kalinya mereka pergi ke arah yang berlawanan. Seni, Selasa, Rabu, Kamis dan selanjutnya di jalaninya denga sempurna. Belum pernah Susan merasa seuas itu. Dia berhasil!!! Dia mampu berangkat kerja tanpa di kawal.

Pada Jum'at pagi, seperti biasa Susan naik bus ke tempat kerja. Ketika dia membayar ongkos sebelum turun, supir bus itu berkata. "Wah, aku iri padamu" Susan tidak yakin jika supir itu mengajaknya berbicara. Lagi pula siapa yang akan merasa salut dengan seorang yang buta, yang sepanjang tahun lalu berusaha untuk menemukan keberanian untuk menjalani hidup?

Dengan rasa penasaran, dia pun akhirnya berkata kepada si supir. "Mengapa kau mengatakan bahwa kamu merasa iri padaku?"

Supir itu pun menjawab. "Kau past senang selalu dilindungi dan di jagai seperti itu."

Susan tidak mengerti apa maksud dari omongan supir itu. Sekali lagi dia bertanya. "Apa maksudmu?"

"Kau tahu, minggu kemarin, setiap pagi ada seorang pria tampan berseragam militer berdiri di sudut jalan dan mengawasi waktu kamu turun dari bus. Dia memastikan bahwa kamu menyebrang dengan selamat dan dia mengawasimu terus sampai kau masuk ke kantormu. Setelah itu dia meniupkan ciuman, memberi hormat ala militer, lalu pergi. Kau adalah waniita yang sangat beruntung." ucap si supir.

Seketika air mata bahagia membasahi pipi Susan. Karena, meskipun secara fisik tidak dapat melihat Mark, dia selalu bisa memastikan kehadirannya. Dia beruntung, sangat beruntung, karena Tuhan memberikannya hadiah yang jauh lebih berharga daripada penglihatan, hadiah yang tak perlu ia lihat dengan matanya untuk meyakinkan diri. Hadiah cinta yang tulus dari seorang suami yang bisa menjadi penerang diimanapun dia berada, meskipun itudi dalam kegelapan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar